Kucing, Gunung, dan Guru

Kedaulatan Rakyat (15 Januari 2017) memuat dua puisi bertema agak dekat. Puisi pertama berjudul Hewan Kesayangan oleh Aulia Maesta Lestari, murid kelas 5 SD Randugunting 4, Tegal, dan Gunung Merapi Raina Madeliene All murid kelas 5 Tarakanita Bumijo, Yogyakarta. Hewan kesayangan yang dimaksud oleh Aulia sangat populer di keseharian; kucing. Sebagai murid kelas 5, Aulia tidak terlalu berpikir tentang keindahan bahasa selama puisi sanggup menyampaikan cerita. Dua kata “adalah” masih mewabah di bait pertama. Kita cerap, Kucing/ Kau adalah hewan kesayanganku/ Kau adalah kucing paling lucu/ Aku menyayangimu, kucingku/ Setiap hari kau aku beri makan dan minum.

Penekanan kucing sebagai hewan kesayangan menempati sisi emosional seorang anak. Kita mungkin sempat membayangkan keluarga Aulia sebagai keluarga menengah ke atas. Kucing menjadi anggota keluarga dan diperlakukan sebagai peliharaan sekaligus teman baik. Di bait kedua, Aulia lebih ingin menampilkan visualitas kucing kepada pembaca. Cerap saja, Kucing,/ Kau sangat manis/ Bulumu lebat, bersih, dan lembut/ Aku menyukaimu, kucingku/ Jika hujan kau tidur di kursiku. Cara ini memungkinkan pembaca membayangkan rupa kucing meski puisi sudah dilengkapi ilustrasi anak perempuan berkuncir memberi makan kucing putih.

Puisi Gunung Merapi milik Raina beranjak dari imajinasi kanak yang sering menempatkan gunung kembar bewarna biru di atas buku gambar. Hamparan sawah dan jalan lurus semakin menegaskan pemandangan alam. Namun, Raina menyampaikan kabar bahwa gunung juga bisa meletus. Apalagi, secara geografis Raina berada di Yogyakarta yang harus juga belajar arti bencana gunung meletus. Raina menulis, Oh, Gunung merapi/ Kau berada di DIY/ Jika kau marah/ Kau sangat mengerikan.

Meski ketakutan atas bencana disampaikan, Raina melakukan penebusan kesan di bait 2 dan 3. Pesona keindonesiaan memberi kontribusi besar pada dunia pariwisata. Gunung adalah tempat wisata tampak sangat fasih disampaikan. Memang, agak terjadi sedikit kesalahan ketik dari, seharusnya “misteri” menjadi “pisteri”. Kita cerap, Oh, Gunung Merapi/ Kau membuat keindahan/ Di Kabupaten Sleman/ Yang sering berdatangan orang-orang/ Tempat wisata alam yang mempesona/ Pandanganmu menjadi pisteri alam/ Yang sangat menarik para wisatawan/ Dari berbagai daerah di Indonesia.

Kita mendapati sedikit perbandingan lewat puisi Tanah Air milik Agung Basuki dari Surabaya yang pernah tampil di majalah Kawanku edisi 6 Juli 1984. Gunung masuk dalam khazanah keragaman Indonesia yang patut dibanggakan. Agung belum memiliki kesadaran gunung sebagai tempat wisata. Gunung menyampaikan senandung tanah air. Sayangnya, kita tidak mendapat keterangan di kelas berapa saat Agung menulis puisi. Kita cerap saja, tanah Airku Indonesia/ negeri yang subur dan makmur/ dengan ribuan gunung/ serta berjuta-juta hektar sawah/ betapa bangga hatiku.

Berpindah ke harian Solopos (15 Januari 2017), puisi Guru garapan Estherina Nadya N murid kelas 4 SDN 2 Delanggu dimuat di rubrik Puisiku. Guru dalam puisi Nadya dijamin baik, mulia, dan luhur. Tidak ada nada kemarahan, kekesalan, apalagi ketakutaan. Masih belum berubah, Nadya mewarisi istilah guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Istilah ini sepertinya tidak tergantikan meski berita kekerasan oleh guru sempat jadi populer di dunia pendidikan sekaligus kriminalitas. Sebagai penutup yang khas, ucapan terima kasih tidak luput disampaikan. Kita cerap, Guru, Kau selalu memberi ilmu/ Guru, Kau selalu membimbing muridmu/ Guru, Kau berjasa bagi murid-muridmu/ Guru, Kau pahlawan tanpa tanda jasa/ Guru, Kau mengajari kami semua.

Di majalah Si Kuncung edisi No.17 Thn.XXVII (1982) pernah juga memuat puisi bertema guru grapan Tonny Sadha kelas 5 SD Cipta Dharma, Sanur, Bali, Tonny lebih memilih Ibu Guru sebagai guru yang sabar dan tenang. Memang tidak muncul istilah pahlawan tanpa tanda jasa, Tonny tetap menggunakan kata jasa untuk mewakili pemberian besar ibu guru. Sekali lagi, penutupan selalu ucapan terima kasih anak kepada guru, Guruku…/ Alangkah besar jasamu/ sengaja kubuat puisi ini/ untuk tanda terima kasihku padamu.